Tanda Tanya Operasi Keamanan SDF di Suriah

Pengumuman mendadak dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF) mengenai operasi keamanan besar-besaran di wilayah yang mereka kuasai menimbulkan tanda tanya di banyak kalangan. Langkah ini datang tanpa peringatan, seolah menjadi kejutan bagi warga setempat dan juga pengamat politik regional.

SDF menyebut bahwa operasi ini bertujuan untuk memburu para kriminal serta menindak warga yang menolak kebijakan wajib militer. Alasan itu disampaikan secara resmi melalui saluran media mereka, dengan klaim bahwa stabilitas keamanan menjadi prioritas utama.

Namun, tidak sedikit yang menilai alasan tersebut terlalu sederhana. Beberapa media menyoroti bahwa operasi ini tampak lebih ditujukan untuk membungkam kelompok oposisi internal, terbukti dengan adanya korban tewas yang ditembak mati dalam operasi ini. Kritik terhadap kebijakan ekonomi dan sosial SDF selama ini semakin lantang, sehingga operasi dianggap sebagai upaya mempersempit ruang gerak lawan politik.

Di banyak daerah, kondisi ekonomi warga yang berada di bawah kekuasaan SDF memang memprihatinkan. Harga bahan pokok melambung, lapangan kerja minim, dan distribusi bantuan seringkali tidak merata. Suara-suara kritis terhadap pemerintahan SDF muncul dari kalangan pemuda, akademisi, hingga pemimpin suku.

Operasi yang diumumkan itu akhirnya dibaca oleh sebagian pihak sebagai semacam “tes ombak” dan unjuk kekuatan. Dengan menggerakkan pasukan dan melakukan penggalian parit di beberapa titik, SDF dinilai sedang mengukur seberapa jauh batas kekuatan mereka, khususnya di daerah perbatasan yang berdekatan dengan wilayah Damaskus. Terkadang adu tembak roket terjadi di perbatasan.

Ada pula yang melihat langkah tersebut sebagai persiapan menghadapi potensi konflik di masa depan. Dengan parit-parit pertahanan baru, SDF bisa lebih siap menghadapi serangan mendadak, baik dari kelompok bersenjata lokal maupun dari pasukan pemerintah Suriah.

Reaksi dari para pemimpin suku di Suriah pun tidak kalah menarik. Beberapa tokoh suku secara terbuka menyatakan kesiapannya memobilisasi anggota mereka untuk mendukung militer Suriah apabila pecah konflik terbuka antara SDF dan Damaskus jika rencana integrasi SDF ke badan-badan Suriah terhambat sebagaimana disepakati. Sikap ini memperlihatkan ketegangan identitas dan kepentingan yang masih membara di akar rumput.

Dukungan suku-suku Arab kepada Damaskus dianggap sebagai sinyal serius. Pasalnya, SDF selama ini mengklaim sebagai representasi multi-etnis, tetapi dominasi Kurdi di tubuh SDF membuat banyak suku Arab merasa terpinggirkan. Hal ini berpotensi menambah bahan bakar jika konflik benar-benar pecah.

Di sisi lain, para pemimpin Kurdi di Irak juga ikut bersuara. Mereka menegaskan siap mengirim pasukan untuk membantu SDF jika perang dengan Damaskus tidak bisa dihindari. Alasan yang dikemukakan bukan hanya solidaritas etnis, melainkan juga kepentingan ekonomi.

Banyak pengusaha Kurdistan Irak telah menanamkan investasi di kota-kota utama Suriah timur laut, termasuk Qamishli. Stabilitas wilayah itu menjadi penting bagi kelangsungan bisnis mereka, sehingga mendukung SDF dianggap sebagai langkah logis untuk melindungi kepentingan ekonomi.

Pengamat politik regional menilai pernyataan tersebut bisa memicu eskalasi baru. Campur tangan Kurdi Irak akan membuat konflik menjadi lintas batas, yang tentu berpotensi menyeret kekuatan besar lain, baik langsung maupun tidak langsung.

Tidak kalah penting, keberadaan pasukan Amerika Serikat di wilayah SDF juga menambah lapisan kompleksitas. Washington selama ini masih menjadi penopang utama SDF, meskipun hubungannya dengan Damaskus tidak pernah harmonis.

Jika konflik SDF dengan pemerintah Suriah benar-benar membesar, posisi AS akan semakin rumit. Di satu sisi, mereka ingin mempertahankan pengaruh melalui SDF. Di sisi lain, mereka juga tidak bisa terus-menerus berhadapan dengan Damaskus tanpa menanggung biaya politik dan militer yang tinggi.

Bagi warga sipil, operasi keamanan mendadak ini justru menambah kecemasan. Ketika alasan resmi masih diragukan, kekhawatiran akan meningkatnya represi dan penangkapan massal semakin terasa. Suara-suara dari lapangan menggambarkan ketegangan di banyak kota dan desa.

Suriah di bawah Presiden Ahmed Al Sharaa dan pimpinan SDF Kurdi Mazloum Abdi sudah menyepakati integrasi SDF dan AANES ke dalam lembaga Suriah. Namun bawahan SDF memaknai bahwa integrasi itu dapat dilakukan tanpa membubarkan SDF dalam sebuah dewan militer. Sementara Damaskus menginginkan SDF dan lembaganya harus bubar jika anggotanya sudah menjadi bagian dari pegawai negara.

Sementara itu, SDF dihadapkan pada dilema besar. Jika terus menindak oposisi dengan dalih operasi keamanan, legitimasi mereka di mata rakyat akan terkikis. Namun jika mereka membiarkan kritik berkembang, risiko perpecahan internal juga semakin besar.

Di tengah tanda tanya ini, peran Damaskus menjadi faktor penentu. Pemerintah Suriah jelas melihat celah untuk memperkuat posisinya dengan menggandeng suku-suku Arab yang kecewa terhadap SDF. Setiap pergerakan di perbatasan kini diawasi ketat oleh kedua belah pihak.

Kawasan timur laut Suriah pun kembali menjadi titik rawan konflik. Operasi keamanan SDF yang diklaim untuk memburu kriminal ternyata justru membuka ruang spekulasi yang jauh lebih besar. Tanda tanya tentang tujuan sebenarnya operasi itu belum menemukan jawaban pasti.

Pada akhirnya, apa yang dilakukan SDF bukan hanya soal keamanan internal. Ini adalah cermin tarik-menarik kepentingan antara politik, ekonomi, etnis, dan geopolitik yang saling berlapis di tanah Suriah yang belum kunjung damai.


Share on Google Plus

About peace

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :