Pre-Emptive, Motif Dibalik Penguasaan Hadramaut-Mahra oleh STC Yaman


Ketegangan politik di Yaman semakin memuncak seiring dengan langkah-langkah pre-emptive yang dilakukan oleh Dewan Transisi Selatan (STC) di wilayah Hadramaut dan Mahra. Aksi ini menjadi sorotan karena tidak hanya bersifat lokal, tetapi juga menyentuh isu energi dan geopolitik regional.

Hadramaut, meski bukan basis tradisional STC, memiliki cadangan minyak terbesar di Yaman, yang menjadi faktor strategis dalam rencana Dewan Transisi Selatan untuk membangun negara bagian selatan yang mandiri secara ekonomi. Sementara Mahra memiliki jalur logistik penting yang menghubungkan wilayah selatan dengan Oman dan pelabuhan strategis di pesisir.

Para pemimpin STC menilai bahwa penguasaan kedua wilayah ini adalah syarat vital untuk kelangsungan proyek otonomi mereka. Minyak di Hadramaut bukan hanya sumber pendapatan, tetapi juga simbol kemandirian politik dan finansial.

Serangan pre-emptive ini muncul karena STC merasa terjepit oleh tekanan eksternal dan internal. Pemerintah PLC mendapat dukungan Saudi untuk menempatkan pasukan di Hadramaut, sementara popularitas STC menurun akibat ketidakmampuan pemerintah mengelola layanan publik dan kemiskinan.

Langkah ini juga memiliki motivasi politik yang lebih luas. STC ingin menyiapkan posisi mereka sebelum kemungkinan pembicaraan perdamaian Saudi-Houthi dilanjutkan, yang berpotensi menimbulkan tuntutan Houthi terhadap minyak Hadramaut. Dengan bertindak lebih awal, STC berharap memiliki leverage lebih besar dalam negosiasi politik masa depan.

Dalam konteks ini, pre-emptive STC bukanlah upaya untuk mendamaikan PLC dan Houthi, tetapi lebih untuk menjamin independensi Yaman selatan. Langkah mereka bertujuan menegaskan posisi tawar dan kontrol atas sumber daya strategis sebelum pihak lain membuat keputusan yang merugikan.

Selain itu, STC ingin menonjolkan diri sebagai kekuatan di antarabpartaindan faksi lainnya termasuk Houthi di mata internasional, terutama Washington dkk, sehingga bisa memperoleh legitimasi dalam pendirian Yaman Selatan/Arabia Selatan.

Ketegangan ini muncul di tengah friksi Saudi-UAE terkait kebijakan luar negeri di kawasan, termasuk diskusi tentang Sudan dan peran UAE yang mendapat sorotan internasional. Konflik internal Yaman menjadi bagian dari permainan geopolitik yang lebih luas, dengan STC memanfaatkan momen ini untuk mengamankan wilayah strategisnya.

Hadramaut dan Mahra menjadi fokus utama karena kombinasi sumber daya minyak dan jalur logistik yang vital. Penguasaan wilayah ini memungkinkan STC memproyeksikan kekuatan mereka, sekaligus membatasi pengaruh Houthi maupun kontrol langsung PLC.

Langkah pre-emptive STC juga dikaitkan dengan dinamika kekuatan milisi lokal, yaitu Hadrami Protection Force (HPF), yang beroperasi dengan dukungan Emirat Arab. HPF berhasil menekan pasukan PLC, termasuk NSF dan Yemeni Emergency Forces peo PLC, meskipun tidak sampai menimbulkan kekalahan total.

Penguasaan Hadramaut memungkinkan STC mengamankan cadangan minyak, sementara Mahra memberikan jalur logistik dan akses ke perbatasan Oman, yang strategis untuk proyek otonomi jangka panjang. Kedua wilayah ini menjadi inti dari rencana ekonomi dan politik mereka.

Pre-emptive STC juga mencerminkan strategi preventif menghadapi tekanan Saudi, yang mendukung pemerintah PLC. Dengan bergerak lebih awal, STC dapat mengamankan posisinya sebelum Saudi mengkonsolidasikan dukungan lebih besar terhadap PLC di wilayah tersebut.

Langkah ini menegaskan bahwa proyek independensi Yaman selatan bukan sekadar retorika. STC menyadari bahwa kontrol atas sumber daya dan jalur strategis adalah kunci untuk menegakkan otonomi, bahkan sebelum ada pengakuan formal dari PLC atau pihak internasional.

Meskipun STC bertindak pre-emptive, tujuan mereka bukan menciptakan kesepakatan langsung dengan Houthi. Hubungan dengan Houthi tetap bersifat antagonis karena kedua pihak bersaing atas wilayah, sumber daya, dan legitimasi politik di Yaman.

PLC sendiri berada dalam posisi yang sulit, karena harus menjaga Marib dan jalur logistik penting di utara, sementara STC memperluas pengaruh di selatan. Situasi ini membuat kemungkinan negosiasi berbagi kekuasaan menjadi sangat rumit.

Pre-emptive STC juga dipandang sebagai taktik untuk menunjukkan kekuatan kepada masyarakat internasional, menegaskan bahwa mereka bisa mengontrol wilayah selatan dan sumber daya strategis, sehingga menjadi aktor utama dalam politik Yaman.

Konflik ini bukan hanya lokal, tetapi juga mencerminkan persaingan regional antara Saudi, UAE, dan kelompok-kelompok lokal. Minyak Hadramaut menjadi komoditas yang strategis dalam permainan kekuasaan ini.

Hadramaut dan Mahra kini menjadi simbol aspirasi kemandirian Yaman selatan, di mana STC mengandalkan kombinasi milisi lokal, dukungan Emirat, dan aksi pre-emptive untuk mengamankan proyek mereka.

Langkah STC menegaskan bahwa independensi Yaman selatan masih bergantung pada kemampuan mereka mengontrol sumber daya, jalur logistik, dan militansi lokal, bukan pada kesepakatan dengan PLC atau Houthi.

Kesimpulannya, pre-emptive STC dilakukan untuk: mengamankan minyak Hadramaut, mengontrol jalur strategis di Mahra, menjaga proyek otonomi selatan, dan memposisikan diri sebagai aktor kunci di mata internasional. Tujuan ini bukan untuk menyatukan kesepakatan dengan PLC atau Houthi, melainkan untuk menjamin bahwa Yaman selatan memiliki kapasitas dan leverage untuk mandiri jika terjadi pemisahan de facto.


Poin penting

STC berpotensi terpojok secara strategis bila tidak bergerak lebih dulu di Hadramaut dan Mahra. Penjelasannya berlapis dan saling terkait.

Pertama, tanpa Hadramaut dan Mahra, proyek negara Yaman Selatan versi STC tidak layak secara ekonomi. Basis tradisional STC ada di Aden–Lahij–Abyan, wilayah padat penduduk tetapi miskin sumber daya. Minyak, gas, dan cadangan fiskal justru berada di Hadramaut. Jika wilayah itu tetap di bawah PLC atau elite Hadrami lokalnya, maka STC akan berakhir sebagai otoritas politik tanpa kas, sepenuhnya bergantung pada dukungan luar.

Kedua, STC menghadapi tekanan dari faksi-faksi PLC. Termasuk dukungan kepada figur-figur Hadrami seperti Amr bin Habreesh dan menempatkan pasukan NSF serta Emergency Forces di Al-Wadiah dan Al-Abr. Jika STC tidak bergerak, PLC bisa mengunci Hadramaut sebagai wilayah penyangga di selatan, memutus akses STC ke timur dan menjepit mereka di barat.

Ketiga, momentum politik STC sedang menurun. Sebagai bagian dari pemerintah PLC, STC ikut menanggung kegagalan layanan publik dan krisis ekonomi. Popularitas mereka di Aden dan wilayah selatan lain terkikis. Tanpa ekspansi teritorial, STC berisiko kehilangan posisi tawar baik terhadap PLC maupun sponsor regionalnya sendiri.

Keempat, ancaman kesepakatan Saudi–Houthi menjadi faktor kunci. STC melihat kemungkinan bahwa Riyadh dan Houthi suatu saat akan sepakat soal pembagian pendapatan minyak nasional. Bila itu terjadi sementara Hadramaut masih di luar kendali STC, maka minyak Hadramaut bisa dinegosiasikan tanpa mereka, membuat STC tersingkir dari permainan besar.

Kelima, Mahra punya arti berbeda. Bukan karena minyak besar, tetapi karena geopolitik. Jika STC tidak masuk ke Mahra, wilayah itu bisa tetap berada di orbit Oman dan Saudi, sekaligus menjadi jalur sensitif yang membatasi ambisi negara selatan merdeka. Mahra yang “netral” justru berbahaya bagi STC karena memotong kontinuitas wilayah selatan.

Keenam, dari sudut pandang militer, tidak bergerak berarti menunggu dikepung secara bertahap. Saudi membangun kehadiran di utara Hadramaut, PLC mengonsolidasikan Marib dan Taiz, sementara tekanan internasional menuntut stabilitas. Dalam skenario itu, STC bisa dipaksa menerima status sebagai aktor lokal Aden saja, bukan calon negara.

Ketujuh, itulah mengapa langkah STC bersifat pre-emptive, bukan reaktif. Mereka bertindak sebelum: – Saudi sepenuhnya mengamankan Hadramaut, – Houthi masuk dalam skema pembagian minyak, – dan PLC memindahkan pusat ekonomi ke Marib atau Taiz.

Kedelapan, dengan menguasai Hadramaut dan Mahra, STC memaksa semua pihak bernegosiasi dengan mereka. Saudi tidak bisa bicara soal Yaman bersatu tanpa STC. PLC tidak bisa memindahkan bank dan bandara tanpa risiko kehilangan legitimasi selatan. Bahkan Houthi, secara tidak langsung, harus memperhitungkan STC sebagai pemegang kunci minyak.

Kesimpulannya, jika STC tidak menguasai Hadramaut dan Mahra, mereka memang akan terpojok: miskin sumber daya, ditekan Saudi, ditinggalkan PLC, dan kehilangan daya tawar regional. Karena itu, ofensif ini bukan sekadar ekspansi, melainkan langkah bertahan hidup strategis untuk memastikan bahwa siapa pun yang merancang masa depan Yaman, tidak bisa mengabaikan STC.
Share on Google Plus

About peace

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :